Jumat, 03 April 2015

MARAKNYA BEGAL DI JABODETABEK



Belakangan sedang marak fenomena begal di berbagai daerah. Di balik mirisnya fenomena ini, ada hal yang menurut saya membuat besar hati, yaitu munculnya kata ‘begal’ sebagai bagian dari lema kata arus utama. Dahulu mungkin orang hanya mengenal kata jambret untuk menyebut perilaku perampasan barang milik orang lain di jalan. Saya yang dibesarkan di kabupaten kecil di DIY sebenarnya mengenal kata itu sejak kecil, meskipun waktu itu masih samar-samar mengartikan antara begal, rampok dan maling. Namun demikian, kata ini memang memiliki nuansa yang lebih gelap dan sadis dibandingkan misalnya kata rampas. Dalam bayangan saya, dalam kata begal terdapat nuansa kejam dan pedih, seperti penggunaan senjata tajam untuk melukai korbannya. Hal ini berbeda dengan kata ‘rampas’ yang dalam bayangan saya hanya berupa proses merebut barang milik orang lain dengan kekerasan tanpa keinginan untuk melukai korbannya.
Ketika dewasa, saya mendengar lagi kata begal ketika melakukan kunjungan ke Lampung yang memang memiliki banyak penduduk dari Jawa yang bertransmigrasi. Ketika itu kami diperingatkan oleh penduduk setempat untuk tidak bepergian ke pedalaman di malam hari karena banyaknya pembegalan yang dilakukan di jalan yang masih relatif sepi. Selain itu, ada fenomena pembegalan dalam bentuk lain, misalnya meminta ganti rugi yang jauh lebih besar dari nilai kerugian ketika menabrak hewan-hewan peliharaan warga. Umum terjadi kerugian menabrak ayam misalnya dimintai kerugian setara sapi, karena alasan kalau ayam dipelihara terus akan berkembang biak dan memiliki nilai serupa sapi. Pengendara yang tidak punya pilihan biasanya akan mengikuti permintaan karena adanya tekanan dan ancaman.
Apabila mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata begal adalah:
begal /be·gal/ /bégal/ n penyamun;
membegal /mem·be·gal/ v merampas di jalan; menyamun;pembegalan /pem·be·gal·an/ n proses, cara, perbuatan membegal; perampasan di jalan; penyamunan: - sering terjadi sehingga penduduk di daerah itu tidak berani memakai perhiasan kalau bepergian
Dalam KBBI tersebut memang tidak secara eksplisit dibedakan antara perampasan dan pembegalan, yang sama-sama berarti merampas di jalan. Jadi nuansa kejam dan gelap yang saya miliki rupanya hanya sekedar imajinasi yang berkembang dalam diri saya sendiri. Hal ini mungkin karena asal kata daerah yang menjadi sumber kata tersebut yang menurut saya mengandung nuansa kelam. Hal ini tidak berbeda dengan kata dari bahasa Jawa lainnya yang malahan sudah mendunia, yaitu amuk, yang sudah masuk dalam kamus bahasa Inggris: Amok, yang berarti to be out of control and act in a wild or dangerous manner (lihat ini). Sayang memang, sedikit sumbangan kita dalam bahasa Inggris ternyata berupa bahasa yang mengandung konotasi negatif.
Namun demikian, saya sebenarnya berbesar hati dengan maraknya kata ‘begal’ dipergunakan secara luas. Kata ini saat ini sudah menjadi kata yang umum digunakan untuk mengganti kata perampasan di jalan oleh pelaku berkendaraan bermotor atau penjambretan. Naiknya kata ini menjadi kata yang populer menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia sangat kaya dengan makna dan nuansa. Kata yang dalam bahasa Inggris mungkin hanya memiliki satu kata: steal (maaf kalau saya salah, silakan ditambahi buat yang lebih ahli), dalam bahasa Indonesia bisa diterangkan dengan berbagai kata, dengan beragam nuansa. Penggunaan kata ‘begal’ ini menurut saya merupakan keanehan atau anomali di tengah banyaknya penggunaan kata-kata bahasa asing yang dipaksakan dalam bahasa kita sehari-hari.
 Begal Adalah Pemulihan Citra Polisi?
Maraknya kasus begal yang seakan-akan susul menyusul membuat orang berpikir bahwa  ada rencana terselubung di balik fenomena begal. Harus diakui, peristiwa begal tampak begitu terencana dan teroganisir. Namun kita belum tahu siapa yang menggerakkan para begal ini, mafia atau kelompok lain.
Pentolan dari Setara Institut, Hendardi mengungkapkan dugaannya bahwa fenomena begal adalah upaya terselubung untuk memulihkan citra polisi yang semakin terpuruk. Semenjak adanya kasus Budi Gunawan, citra polisi anjlok luar biasa di mata masyarakat. Kepolisian dianggap sebagai lembaga paling bobrok di tanah air, tempat para koruptor berkumpul dan berlindung.
Kecurigaan itu beralasan, karena kemunculan para begal ini  bagaikan badai yang tiba-tiba menerpa wilayah Jabodetabek. Walau begal memang sudah ada sejak dahulu, tetapi baru kali ini aksi mereka sangat menghebohkan dan dilakukan serentak. Anehnya, kemunculan mereka di tengah menguatnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap kepolisian.
Kepolisian mendapatkan dua keuntungan dari fenomena begal ini. Pertama, adalah pengalihan isu. Masyarakat sangat memperhatikan perkembangan kasus Budi Gunawan yang melibatkan KPK dan Polri. Kasus ini telah membangkitkan people power yang dapat mengancam eksistensi sebuah lembaga, karena dapat memaksa penguasa untuk intervensi. Hal ini tentu sangat tak disukai dan tak dikehendaki oknum-oknum yang bermain dalam kisruh KPK-Polri. Mereka harus berusaha mengalihkan perhatian masyarakat terhadap hal lain yang langsung menyentuh kehidupan sehari-hari.
Keuntungan kedua, fenomena begal dapat digunakan untuk memulihkan citra kepolisian. Selama ini citra institusi ini sudah sangat buruk, ditambah dengan kasus Budi Gunawan. Kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian ada pada titik terendah. Karena itu reputasi institusi ini harus didongkrak agar kembali mendapatkan kewibawaannya. Salah satunya adalah dengan menunjukkan bahwa Polri adalah satu-satunya instutusi yang bisa menangani masalah kriminal di dalam negeri. Mau tak mau masyarakat akan kembali mengandalkan kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketentraman.
Kita tidak bisa memastikan dugaan ini karena sulit untuk mengetahui apa yang ada di elite Polri. Namun yang jelas, masyarakat selalu berada di pihak yang dirugikan. Banyak orang kehilangan harta benda dan nyawa. Lebih penting lagi, kehilangan rasa aman dalam kehidupan sehari-hari. Jika keadaan ini masih terus berlangsung, maka hukum rimba akan muncul. Masyarakat akan menjalankan hukumnya sendiri.
Untuk itu, ada baiknya melakukan pencegahan agar tidak sampai kejahatan inimenimpa Anda. Dikutip dari laman Islampos, berikut beberapa tips menghindari aksi begal:
  1. Jika ingin berpergian jauh, kenali medan yang akan dilalui. Kalau masih awam, lewat jalan utama yang cukup ramai atau ambil jalur paling dekat tapi sudah paham kondisi di jalur yang dilewati.
  2. Hindari melewati jalan sepi sekalipun dalam keadaan terpaksa. Apalagi jika dilakukan malam hari, hal tersebut menjadi makin rawan kejahatan.
  3. Bekali diri Anda dengan berbagai atribut keselamatan bekendara seperti helm, jaket, hingga body protector. Berpakaian ala klub motor mungkin bisa mengurungkan niat pelaku begal untuk melakukan aksi. Jika perlu, bawa alat strum kejut untuk menjaga diri saat ada serangan yang tidak diharapkan.
  4. Tidak dianjurkan keluar malam mulai dari pukul 23.00 hingga 04.00 pagi. Ini adalah waktu rawan aksi pembegalan.
  5. Dalam keadaan mencurigakan atau pelaku begal menghimpit kendaraan Anda, jangan langsung berhenti mendadak. Pakai kaki Anda yang mendorong motor pelaku sekuat mungkin, lalu kabur dengan keadaan motor tetap terkendali. Segera cari tempat ramai atau nyalakan klakson untuk memancing perhatian warga setempat.
  6. Kalau pelaku memawa pistol atau senjata tajam, mungkin perlu pikirkan keselamatan Anda. Boleh jadi memberikan harta yang Anda punyai saat itu menjadi solusi. Tapi Anda mesti aktif dengan mengenali ciri-ciri pelaku, termasuk nomor polisi kendaraannya, untuk nantinya Anda laporkan kepada polisi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar