Belakangan sedang marak
fenomena begal di berbagai daerah. Di balik mirisnya fenomena ini, ada hal yang
menurut saya membuat besar hati, yaitu munculnya kata ‘begal’ sebagai bagian
dari lema kata arus utama. Dahulu mungkin orang hanya mengenal kata jambret
untuk menyebut perilaku perampasan barang milik orang lain di jalan. Saya yang
dibesarkan di kabupaten kecil di DIY sebenarnya mengenal kata itu sejak kecil,
meskipun waktu itu masih samar-samar mengartikan antara begal, rampok dan
maling. Namun demikian, kata ini memang memiliki nuansa yang lebih gelap dan
sadis dibandingkan misalnya kata rampas. Dalam bayangan saya, dalam kata begal
terdapat nuansa kejam dan pedih, seperti penggunaan senjata tajam untuk melukai
korbannya. Hal ini berbeda dengan kata ‘rampas’ yang dalam bayangan saya hanya
berupa proses merebut barang milik orang lain dengan kekerasan tanpa keinginan
untuk melukai korbannya.
Ketika dewasa, saya
mendengar lagi kata begal ketika melakukan kunjungan ke Lampung yang memang
memiliki banyak penduduk dari Jawa yang bertransmigrasi. Ketika itu kami
diperingatkan oleh penduduk setempat untuk tidak bepergian ke pedalaman di
malam hari karena banyaknya pembegalan yang dilakukan di jalan yang masih
relatif sepi. Selain itu, ada fenomena pembegalan dalam bentuk lain, misalnya
meminta ganti rugi yang jauh lebih besar dari nilai kerugian ketika menabrak
hewan-hewan peliharaan warga. Umum terjadi kerugian menabrak ayam misalnya
dimintai kerugian setara sapi, karena alasan kalau ayam dipelihara terus akan
berkembang biak dan memiliki nilai serupa sapi. Pengendara yang tidak punya
pilihan biasanya akan mengikuti permintaan karena adanya tekanan dan ancaman.
Apabila mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI),
arti kata begal adalah:
begal /be·gal/ /bégal/ n
penyamun;
membegal /mem·be·gal/ v merampas
di jalan; menyamun;pembegalan /pem·be·gal·an/ n
proses, cara, perbuatan membegal; perampasan di jalan; penyamunan: - sering
terjadi sehingga penduduk di daerah itu tidak berani memakai perhiasan kalau
bepergian
Dalam KBBI tersebut memang tidak secara eksplisit dibedakan antara
perampasan dan pembegalan, yang sama-sama berarti merampas di jalan. Jadi
nuansa kejam dan gelap yang saya miliki rupanya hanya sekedar imajinasi yang
berkembang dalam diri saya sendiri. Hal ini mungkin karena asal kata daerah
yang menjadi sumber kata tersebut yang menurut saya mengandung nuansa kelam.
Hal ini tidak berbeda dengan kata dari bahasa Jawa lainnya yang malahan sudah
mendunia, yaitu amuk, yang sudah masuk dalam kamus bahasa Inggris: Amok, yang
berarti to be out of control and act in a wild or dangerous manner (lihat ini). Sayang memang, sedikit sumbangan kita
dalam bahasa Inggris ternyata berupa bahasa yang mengandung konotasi negatif.
Namun demikian, saya
sebenarnya berbesar hati dengan maraknya kata ‘begal’ dipergunakan secara luas.
Kata ini saat ini sudah menjadi kata yang umum digunakan untuk mengganti kata
perampasan di jalan oleh pelaku berkendaraan bermotor atau penjambretan.
Naiknya kata ini menjadi kata yang populer menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia
sangat kaya dengan makna dan nuansa. Kata yang dalam bahasa Inggris mungkin
hanya memiliki satu kata: steal (maaf kalau saya salah, silakan ditambahi buat
yang lebih ahli), dalam bahasa Indonesia bisa diterangkan dengan berbagai kata,
dengan beragam nuansa. Penggunaan kata ‘begal’ ini menurut saya merupakan keanehan
atau anomali di tengah banyaknya penggunaan kata-kata bahasa asing yang
dipaksakan dalam bahasa kita sehari-hari.
Begal Adalah Pemulihan
Citra Polisi?
Maraknya
kasus begal yang seakan-akan susul menyusul membuat orang berpikir bahwa
ada rencana terselubung di balik fenomena begal. Harus diakui, peristiwa begal
tampak begitu terencana dan teroganisir. Namun kita belum tahu siapa yang
menggerakkan para begal ini, mafia atau kelompok lain.
Pentolan
dari Setara Institut, Hendardi mengungkapkan dugaannya bahwa fenomena begal
adalah upaya terselubung untuk memulihkan citra polisi yang semakin terpuruk.
Semenjak adanya kasus Budi Gunawan, citra polisi anjlok luar biasa di mata
masyarakat. Kepolisian dianggap sebagai lembaga paling bobrok di tanah air,
tempat para koruptor berkumpul dan berlindung.
Kecurigaan
itu beralasan, karena kemunculan para begal ini bagaikan badai yang
tiba-tiba menerpa wilayah Jabodetabek. Walau begal memang sudah ada sejak
dahulu, tetapi baru kali ini aksi mereka sangat menghebohkan dan dilakukan
serentak. Anehnya, kemunculan mereka di tengah menguatnya ketidakpercayaan
masyarakat terhadap kepolisian.
Kepolisian
mendapatkan dua keuntungan dari fenomena begal ini. Pertama, adalah pengalihan
isu. Masyarakat sangat memperhatikan perkembangan kasus Budi Gunawan yang
melibatkan KPK dan Polri. Kasus ini telah membangkitkan people power
yang dapat mengancam eksistensi sebuah lembaga, karena dapat memaksa penguasa
untuk intervensi. Hal ini tentu sangat tak disukai dan tak dikehendaki
oknum-oknum yang bermain dalam kisruh KPK-Polri. Mereka harus berusaha
mengalihkan perhatian masyarakat terhadap hal lain yang langsung menyentuh
kehidupan sehari-hari.
Keuntungan
kedua, fenomena begal dapat digunakan untuk memulihkan citra kepolisian. Selama
ini citra institusi ini sudah sangat buruk, ditambah dengan kasus Budi Gunawan.
Kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian ada pada titik terendah. Karena itu
reputasi institusi ini harus didongkrak agar kembali mendapatkan kewibawaannya.
Salah satunya adalah dengan menunjukkan bahwa Polri adalah satu-satunya
instutusi yang bisa menangani masalah kriminal di dalam negeri. Mau tak mau
masyarakat akan kembali mengandalkan kepolisian untuk menjaga keamanan dan
ketentraman.
Kita
tidak bisa memastikan dugaan ini karena sulit untuk mengetahui apa yang ada di
elite Polri. Namun yang jelas, masyarakat selalu berada di pihak yang
dirugikan. Banyak orang kehilangan harta benda dan nyawa. Lebih penting lagi,
kehilangan rasa aman dalam kehidupan sehari-hari. Jika keadaan ini masih terus
berlangsung, maka hukum rimba akan muncul. Masyarakat akan menjalankan hukumnya
sendiri.
Untuk itu, ada baiknya melakukan
pencegahan agar tidak sampai kejahatan inimenimpa Anda. Dikutip dari laman
Islampos, berikut beberapa tips menghindari aksi begal:
- Jika ingin berpergian jauh, kenali medan yang akan dilalui. Kalau masih awam, lewat jalan utama yang cukup ramai atau ambil jalur paling dekat tapi sudah paham kondisi di jalur yang dilewati.
- Hindari melewati jalan sepi sekalipun dalam keadaan terpaksa. Apalagi jika dilakukan malam hari, hal tersebut menjadi makin rawan kejahatan.
- Bekali diri Anda dengan berbagai atribut keselamatan bekendara seperti helm, jaket, hingga body protector. Berpakaian ala klub motor mungkin bisa mengurungkan niat pelaku begal untuk melakukan aksi. Jika perlu, bawa alat strum kejut untuk menjaga diri saat ada serangan yang tidak diharapkan.
- Tidak dianjurkan keluar malam mulai dari pukul 23.00 hingga 04.00 pagi. Ini adalah waktu rawan aksi pembegalan.
- Dalam keadaan mencurigakan atau pelaku begal menghimpit kendaraan Anda, jangan langsung berhenti mendadak. Pakai kaki Anda yang mendorong motor pelaku sekuat mungkin, lalu kabur dengan keadaan motor tetap terkendali. Segera cari tempat ramai atau nyalakan klakson untuk memancing perhatian warga setempat.
- Kalau pelaku memawa pistol atau senjata tajam, mungkin perlu pikirkan keselamatan Anda. Boleh jadi memberikan harta yang Anda punyai saat itu menjadi solusi. Tapi Anda mesti aktif dengan mengenali ciri-ciri pelaku, termasuk nomor polisi kendaraannya, untuk nantinya Anda laporkan kepada polisi.