Standar
Nasional Indonesia (disingkat SNI) adalah
satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan
oleh Komite Teknis (dulu disebut sebagai Panitia Teknis) dan ditetapkan oleh
BSN. Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan
memenuhi WTO Code of good
practice, yaitu:
a. Openess (keterbukaan)
Terbuka
bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam
pengembangan SNI;
b. Transparency (transparansi)
Transparan
agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI
mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan
dapat dengan mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan
SNI;
c. Consensus and impartiality (konsensus
dan tidak memihak)
Tidak
memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya
dan diperlakukan secara adil;
d. Effectiveness and relevance
Efektif dan
relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan
pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Coherence
Koheren
dengan pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita
tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan
internasional; dan
f. Development dimension (berdimensi
pembangunan)
Berdimensi
pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional
dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.
·
KETENTUAN-KETENTUAN
PADA STANDAR NASIONAL INDONESIA
Barang
dan atau jasa, proses, sistem dan personel yang telah memenuhi ketentuan/spesifikasi
teknis SNI dapat diberikan sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI (Pasal 14
ayat [1] PP 102/2000). Sertifikat itu sendiri adalah jaminan tertulis yang
diberikan oleh lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan
bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang
dipersyaratkan (Pasal 1 angka 12 PP 102/2000). Sedangkan, Tanda SNI
adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang
menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia (Pasal
1 angka 13 PP 102/2000).
Sertifikat
yang diberikan dapat berupa sertifikat hasil uji, sertifikat kalibrasi,
sertifikat sistem mutu, sertifikat sistem manajemen lingkungan, sertifikat
produk, sertifikat personel, sertifikat pengelolaan hutan produksi lestari,
sertifikat inspeksi, sertifikat keselamatan (Penjelasan Pasal 14 ayat [1] PP
102/.2000).
SNI tidak diwajibkan pada semua
barang. Berdasarkan Pasal 12 ayat (2) PP 102/2000, SNI bersifat
sukarela untuk ditetapkan oleh pelaku usaha. Akan tetapi, dalam hal SNI
berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan
masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan
ekonomis, instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau
seluruh spesifikasi teknis dan atau parameter dalam SNI (Pasal 12 ayat
[3] PP 102/2000).
Jika untuk barang dan atau jasa,
proses, sistem dan personel tersebut telah ditetapkan SNI, maka pelaku usaha
harus memiliki sertifikat atau tanda SNI (Pasal 15 PP 102/2000). Jika
atas suatu barang atau jasa telah diberlakukan SNI wajib, maka pelaku usaha
yang barang atau jasanya tidak memenuhi dan/atau tidak sesuai dengan SNI wajib,
tidak boleh memproduksi dan/atau mengedarkan barang atau jasa tersebut (Pasal
18 ayat (1) PP 102/2000).
Selain
itu, jika pelaku usaha telah memperoleh sertifikat produk dan/atau tanda SNI
dari lembaga sertifikasi produk untuk barang atau jasanya, pelaku usaha
tersebut dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan/atau jasa yang tidak
memenuhi SNI (Pasal 18 ayat [2] PP 102/2000). SNI yang telah
diberlakukan secara wajib, tidak hanya dikenakan pada barang dan/atau jasa yang
produksi dalam negeri, tetapi juga berlaku untuk barang dan/atau jasa impor (Pasal
19 ayat [1] PP 102/2000).
Jadi, pada dasarnya tidak semua
barang atau jasa wajib SNI. Biasanya SNI wajib diberlakukan pada hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau
pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis.
Contoh
beberapa barang yang wajib SNI antara lain:
1.
Mainan anak-anak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia No. 24/M-IND/PER/4/2013 Tahun 2013 Tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib (“Permen
Perindustrian 24/2013”). Mainan yang dimaksud adalah setiap produk atau
material yang dirancang atau dengan jelas diperuntukkan penggunaannya oleh anak
dengan usia 14 (empat belas) tahun ke bawah untuk bermain dengan penggunaan
yang normal maupun kemungkinan penggunaan yang tidak wajar sesuai dengan
kebiasaan seorang anak (Pasal 1 angka 1 Permen Perindustrian 24/2013).
2.
Ban, yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia No. 11/M-IND/PER/1/2012 Tahun 2012 Tentang Pemberlakuan Standar
Nasional Indonesia (SNI) Ban Secara Wajib sebagaimana terakhir diubah
dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No.
27/M-IND/PER/5/2013 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 11/M-IND/PER/1/2012 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) Ban Secara Wajib;
3.
Semen, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian
Republik Indonesia No. 18/M-IND/PER/2/2012 Tahun 2012 Tentang Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Semen Secara Wajib;
4.
Pupuk anorganik tunggal, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia No. 16/M-IND/PER/2/2012 Tahun 2012 Tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pupuk Anorganik Tunggal Secara
Wajib;
5.
Air minum dalam kemasan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia No. 49/M-IND/PER/3/2012 Tahun 2012 Tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
Secara Wajib;
6.
Helm, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian
Republik Indonesia Nomor 40/M-IND/PER/6/2008 Tahun 2008 Tentang Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor Roda Dua
Secara Wajib;
7.
dan lain-lain.
Jika
atas barang atau jasa tersebut telah ditetapkan SNI wajib, dan pelaku usaha
melanggar ketentuan tersebut, maka berdasarkan Pasal 24 ayat [1] PP 102/2000,
pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Sanksi
administratif dapat berupa pencabutan sertifikat produk dan/atau pencabutan hak
penggunaan tanda SNI, pencabutan izin usaha, dan/atau penarikan barang dari
peredaran (Pasal 24 ayat [2] PP 102/2000). Sedangkan, sanksi pidana
berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal
24 ayat [5] PP 102/2000). Yang dimaksud peraturan perundang-undangan yang
berlaku antara lain peraturan perundang-undangan di bidang Perindustrian,
Ketenagalistrikan, Kesehatan, Perlindungan Konsumen dan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan Standardisasi Nasional (Penjelasan
Pasal 24 ayat [5] PP 102/2000).